Selasa, 02 Oktober 2012

BANDUNG, BENCONG, SURABAYA dan SEMERU II

kembali dengan tulisan yang gaka bakal jelas ujungnya. Kemaren saya sudah menjelaskan dengan siapa saya berangkat ke TNBTS, maka sekarang saya akan menceritakan mengapa saya kesana. Pertama-tama saya mau cerita momen gak mengenakan tentang bencong. Ya " BENCONG ", makhluk yang gak tau bagaimana bisa ada di muka bumi yang indah ini. Mungkin mereka terkungkung di raga yang salah #ALAH . Selama perjalan menggunakan KA PASUNDAN kami banyak singgak ke stasiun-stasiun kecil, itulah hal yang sangat membosankan. Membosankan karena kita gak bakal bisa beristirahat dengan tenang. Sekarang kamu bisa menilai bagaimana perasaan seorang petualang kalau gak bisa istirahat karena gangguan penjual asongan yang selalu menawarkan dagangan meskipun sudah sering kita tolak. Tapi itu bukan inti dari permasalahan yang kita hadapi, yang kita hadapi adalah manusia setengah jadi. Setengah jadi tapi otot ngalahin ADE RAI, terus kalau minta duit maksa pake suara laki-laki. Padahal pas nyanyi mereka membawakan lagu dari syahrini " sesuatu yang ada di hatimu, sesuatu yang ada dibalik celanamu, sesuatu yang ada didalam kolormu, ahh uhhh uuhhhh ahhh...." (bayangkan sendiri mereka nyanyi). Saya sih pura-pura tidur pas mereka minta duit, tapi beberapa lama kemudian saya mendengar keheningan dari bangku saya. Teman-teman saya sudah lenyap, "kemana mereka?" dalam hati saya berkata. Kok yang saya dengar suara dari sosok semiGENDURUWO. Pas ngintip dikit," TAI,ASU,..." kok bencongnya ada disebelah saya aje. Mana mempet-mempet lagi. Untunglah stasiun Cilacap dekat, jadi mereka langsung turun. Kamu tau perasaan seorang jomlo yang didekati oleh sosok mahkluk halus seperti mereka?, " UNPREDICTABLE ". JANGAN MAU DIGOYANG BENCONG, karena bisa membuat minder. "Barang" anda gak segede dan segarang " barang " bencong

1 komentar:

  1. Sebetulnya bencong itu bukan takdir, tapi suatu desakan dalam diri yang dituruti yang padahal sebenarnya bisa dilawan. Sayangnya banyak bencong atau calon bencong tak berusaha untuk melawan desakan-desakan itu. Yang terpenting adalah lingkungan. Jika lingkungannya mendukung, seorang bencong susah untuk sembuh.

    Tapi pada faktanya banyak juga bencong yang bisa keluar dan sembuh dari kebencongannya, tentu dengan melalui usaha yang tidak ringan. Semoga bencong di Indonesia, dan juga homo, tak terus bertambah nilainya. Amiiin

    BalasHapus